Thursday 25 August 2016

Idealis vs Pragmatis (bag. 2)

Pada postingan saya dulu, telah saya sampaikan tentang apa itu idealis dan pragmatis dalam pandangan saya. Namun, kejadian baru-baru ini membuat saya kembali berpikir apa makna idealis sebenarnya dan mengapa orang yang dulunya sangat idealis bisa berubah menjadi sangat pragmatis. Contohnya, para aktivis mahasiswa yang pada masa mudanya sangat gencar berdemo melawan korupsi bisa saja pada masa tuanya tertangkap tangan sebagai pejabat yang korupsi. Banyak contoh lain yang bisa kita ungkap. Pertanyaannya adalah mengapa? Mengapa mereka berubah? Kemana idealisme yang dulu mereka gaung-gaungkan?

Idealisme, menurut hemat saya saat ini, adalah prinsip yang ideal, prinsip yang 'seharusnya', prinsip yang dapat dipegang teguh saat kehidupan yang kita jalani adalah kehidupan yang ideal. Prinsip ini sulit untuk dipertahankan saat kondisi kita tidak mendukung. Ambil contoh seorang ilmuwan. Idealnya, ilmuwan tugasnya adalah meneliti dan menemukan hal baru. Namun karena kondisi finansial yang tak memungkinkan, gaji yang tak cukup, hasil yang tak sesuai dengan usaha yang dikeluarkan, maka dicarilah jalan lain, berdagang atau bikin proyekan misalnya. Atau seorang dosen yang harusnya fokus mengajar dan meneliti, tapi karena gaji dosen yang pas-pasan, dicarilah jalan lain sehingga profesi dosen hanya jadi profesi sampingan. Akibatnya mahasiswapun jadi terbengkalai dan hasilnya tak maksimal.

Monday 15 August 2016

Mencari pola

Oh God, help me. I am looking for a pattern.

Dalam dunia keamanan informasi, pola adalah inti dari pemecahan sebuah algoritma kriptografi. Sehingga tak heran kalau badan stardardisasi teknologi Amerika mencantumkan keacakan (randomness) sebagai salah satu kriteria saat memilih algoritma kriptografi standar. Sederhananya, sebuah algoritma kriptografi akan diasumsikan tinggi tingkat keamanannya jika memiliki nilai keacakan yang tinggi pula, baik itu dari hasil enkripsinya maupun dalam penetapan initial value saat mengolah data masukannya.

Oke, tinggalkan pembahasan teknis di atas. Let’s talk about life.

Dalam kehidupan nyata, kita boleh saja berasumsi bahwa sebuah kejadian bisa terjadi tanpa pengaruh dari kejadian sebelumnya. Lempar koin misalnya, meskipun peluang kemunculan salah satu sisi bisa kita tentukan lima puluh persen, tapi tetap saja kita tak bisa menentukan secara pasti sisi apa yang muncul saat koin dilemparkan. Pun dalam hidup ini, meskipun kita bisa bilang peluang kesuksesan orang yang punya ilmu, harta dan koneksi lebih tinggi dibandingkan orang yang tak punya apa-apa, tapi tetap saja kita tak bisa menentukan secara pasti apa yang akan terjadi pada hidup seseorang beberapa saat ke depannya. Ada banyak faktor tak terduga yang secara awam kita definisikan sebagai lucks atau God’s hands yang berperan. Sampai sekarangpun tak ada yang mampu menentukan nasib seseorang secara pasti. Kita hanya bisa menentukan kemungkinan-kemungkinan yang berpeluang muncul berdasarkan data-data yang ada saat ini dan di masa lalu. Selebihnya? Who knows.