Pages

Thursday, 26 June 2025

Ilusi Teknologi: Technosolutionism

Teknologi itu hanyalah sarana, bukan tujuan akhir - A.A.

Beberapa waktu belakangan, pikiran saya terusik dengan fenomena yang dinamakan sebagai technosolutionism. Technosolutionism adalah suatu paham yang beranggapan bahwa teknologi dapat menjadi solusi bagi semua permasalahan sosial, namun seringkali mengabaikan isu-isu lain yang relevan. Istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh Evgeny Morozov dalam bukunya "To Save Everything, Click Here: The Folly of Technological Solutionism". Buku ini mendeskripsikan dengan detail fenomena yang sering terjadi saat ini; mengasumsikan bahwa teknologi adalah jawaban atas semua masalah, tanpa menggali dan memahami lebih dalam permasalahan tersebut. Buku terbitan 2013 ini merupakan respon dari masifnya ide-ide dan pengembangan aplikasi pada saat itu. Alih-alih memberikan manfaat, aplikasi-aplikasi tersebut terkesan sia-sia dan tidak efektif untuk menyelesaikan masalah. Salah satu aplikasi yang digambarkan pada buku tersebut adalah BinCam. BinCam merupakan tempat sampah 'pintar' yang dapat memotret dan membagikan potret tersebut di media sosial setiap kali kita membuka dan membuang sampah di tempat sampah tersebut. Alih-alih menyelesaikan masalah lingkungan atau mendorong kesadaran, aplikasi ini justru memicu kontroversi. The Wall Street Journal pun memberikan judul yang kontroversial terkait ulasan inovasi tersebut dengan judul, "Is Smart Making Us Dumb?".

Membaca Masa Lalu

Aal iz well!  - Rancho

Beberapa saat ini aku habiskan untuk membaca kenangan-kenangan yang terserak dari masa lalu. Dari satu personal blog ke blog lainnya, saya baca satu persatu. Beberapa kenangan terasa sangat berbekas, beberapa menjadi pengingat. Hingga saya sadar, bahwa kenangan seringkali harus dituliskan.

Sejarah selalu berulang, kata para sejarawan. Tapi dari sejarah, kita dapat belajar untuk tidak mengulang kesalahan. Dari memori-memori tertulis itu, kita paham bahwa ada hal yang harus atau tak harus, boleh atau tak boleh, bisa atau tak bisa. Masa lalu mengajarkan saya bahwa menulis adalah cara terbaik untuk memahami diri. Dari tulisan dan kenangan lalu, kita bisa tahu seperti apa diri kita, apa pelajaran yang dapat kita ambil, dan apa langkah kita selanjutnya. 

Masa lalu itu seperti buku. Kalau tidak kita tuliskan, kita lupa. Kalau tidak kita baca, kita dapat terperosok lagi. Sama halnya dengan ide dan mimpi. Semuanya perlu dituliskan.

Wednesday, 25 June 2025

Jembatan Pikiran

You were right! Counts for nothing if you can’t defend it!  (Dr. House)

Salah satu hal yang menantang buat saya adalah menerjemahkan apa yang saya pikirkan dalam kata-kata, baik itu kata-kata lisan maupun tulisan. Terkadang pikiran kita terlalu cepat untuk diucapkan atau dituliskan dengan kata-kata. Alhasil banyak buah pikiran yang terlewat atau tidak tersampaikan. Di sinilah awal mula dari salah paham. Miskomunikasi kata orang.

Terkadang kita juga begitu cepat berasumsi. Kita berasumsi orang lain paham dengan apa yang kita sampaikan. Ujung-ujungnya kita menuntut lebih. Menuntut agar orang lain paham dengan pikiran dan perasaan kita. Padahal bisa jadi situasinya tak sama. 

Pada kasus lain kita terkadang terpaksa setuju dengan pendapat orang, hanya karena kita tidak bisa menerjemahkan argumen pikiran kita dalam kata-kata yang baik dan terstruktur. Padahal bisa jadi argumen kita lebih benar dan lebih baik. Laiknya peribahasa minang, "cakak habih, silek takana". Pertengkaran usai, baru ingat gerak silat. Bayangkan kalau adu argumen ini menyangkut kebijakan publik atau kepentingan orang banyak. Sayang sekali bukan?

Friday, 19 March 2021

Cukuplah Kematian sebagai Pengingat

Malam ini, subuh pukul 5 pagi aku tersentak bangun. Aneh, aku bangun dengan segar meskipun semalam capainya luar biasa. Aku terbangun karena satu mimpi yang masih terngiang jelas hingga sekarang, dan aku tak ingin melupakan mimpi ini sampai kapanpun...

Dalam mimpi aku berada di suatu tempat yang rasanya tak asing lagi. Seperti bangsal asramaku ketika SMA. Di antara tempat tidur tingkat yang berdekatan, aku sedang bercengkrama dengan teman-teman. Entah siapa yang di sekitarku, akupun tak paham. Tengah asik bercerita, lewat dua orang berseragam di depanku. Perawakannya besar, berkumis dan seperti orang Arab. Sekilas mirip petugas haji atau polisi. Sesaat tiba-tiba salah seorang petugas itu berhenti di dekatku dan bertanya dengan Bahasa Arab. Aku tak paham dan sekilas hanya menangkap dia bertanya "Apakah kamu bisa Bahasa Arab?". Dengan kikuk aku menjawab "little bit". Tak paham petugasnya. Lalu aku menjawab "zahrah.. zahrah". Entah kenapa aku teringat ayat Al Quran tentang sebesar zahrah. Lalu petugasnya berkata lagi dalam Bahasa Arab yang tak aku mengerti. Sekilas hanya kutangkap dia berkata "al mauutu zikra". Entah benar atau tidak Bahasa Arab yang kudengar. Aku cuma menangkap dia mengatakan "Kematian itu adalah Pengingat".

Tuesday, 3 October 2017

Gading, Belang dan Nama

Gajah mati meninggalkan gading
Harimau mati meninggalkan belang
Manusia mati meninggalkan nama