Thursday 11 February 2016

Tujuan Hidup

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56)

Ribuan tahun sudah para filsuf dan pemikir bertanya-tanya untuk apa sebenarnya mereka ada di dunia ini. Ribuan jawaban atas pertanyaan itupun sudah tertuliskan di lembaran-lembaran naskah buku filsafat. Tapi tak ada satupun jawaban yang definitif. Rene Descartes menyatakan pandangannya, Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada. Aristoteles, Sokrates dan Plato berpendapat bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah eudamonia (kebahagiaan). Kebahagiaan, kepuasan akan ilmu dan harta serta kenikmatan adalah titik tertinggi dari cita-cita manusia. Untuk itulah manusia hidup. Pandangan ini menjadi dasar bagi sebagian besar kita saat ini. Kebahagiaan inipun sifatnya relatif. Ada yang menerjemahkan kebahagiaan sebagai kedudukan yang tinggi, uang berlimpah, istri cantik, anak-anak yang lucu dan manis; adapula yang mengartikan kebahagiaan sebagai ketenangan hidup, ketentraman batin dan kelapangan jiwa. Dua pandangan ini sifatnya fana. Sementara. Pertanyaan yang mungkin paling penting untuk ditanyakan adalah, ada apa setelah bahagia. Setelah semuanya tercapai, lantas apa???

Entah sudah berapa jiwa yang rusak karena pertanyaan itu. Maka tidak heran kita lihat petinggi yang makan uang rakyat karena tak puas dengan penghasilannya, guru yang merusak siswanya demi nafsunya, tokoh agama yang membatu hatinya demi kedudukan yang ditawarkan padanya; banyak lagi. Itu karena kebahagiaan dan kepuasan sifatnya tak berbatas dan sementara. Hanya sementara. Bagi yang berfikiran pendek cukuplah dunia ini baginya. Selesai usia selesai pula perkara. Apa mungkin sesederhana itu? Tidak kawan. Hidup ini hanya sifatnya yang fana, dampaknya abadi hingga tak berbatas. Maka disebutkan oleh Tuhan, kita diciptakan tidak sia-sia. Tak ada yang sia-sia. Kita diciptakan untuk beribadah pada-Nya...

Sekarang mari kita luaskan arti ibadah. Saya tidak akan berbicara tentang arti bahasa dari ibadah. Biar itu para ustadz ahli nahwu sharaf saja yang membahasnya. Saya hanya ingin berbicara tentang ibadah dari kacamata saya sebagai orang awam. Banyak yang menyempitkan arti ibadah pada ibadah ritual semata. Itu tidak salah. Tapi tak sepenuhnya benar. Ibadah ritual adalah kewajiban. Mau tak mau, suka tak suka harus dikerjakan. Tapi apa cukup sampai di sana saja? Ibadah itu adalah pengabdian kepada Tuhan. Pengabdian itu sepanjang waktu, tak hanya di waktu-waktu sholat saja. Maka karena itulah Rasulullah berkata bahwa menyingkirkan duri di jalanpun adalah ibadah. Ibadah adalah tekad kita untuk berbagi kebaikan kepada semua. Oleh karena itu jikalau tujuan hidup kita adalah beribadah, maka kita hidup di dunia ini adalah untuk berbagi kebaikan. Kebaikan itu sering bertentangan dengan nafsu. Jikalah nafsu menahan kita untuk memberikan tempat duduk bagi yang membutuhkan, maka kebaikan akan mendorong kita untuk berkorban. Ada kepuasan dari dua tindakan tersebut, tapi coba tanyakan pada hati kita, mana kepuasan yang paling hakiki...

Maka yang sholat tetaplah sholat, hanya tambahkan berbuat kebaikan. Dan yang sering berkilah ibadah ritual tak penting, cobalah pikir-pikir lagi... sebegitu angkuhnya kah kita untuk tunduk sujud pada Yang Menciptakan?

No comments:

Post a Comment